Kebijakan
Pro Growth dalam Mengurangi Jumlah
Angka Pengangguran di Indonesia
Lailatul Fajriyah
Dian Indah Arini
Lilik Sunarsih
Mahasiswa
Program Studi Pendidikan EKonomi
FKIP
Universitas Jember
Abstrak
Pro growth merupakan salah
satu kebijakan yang dapat mengurangi jumlah angka pengangguran di Indonesia. Kebijakan
ini lebih menekankan pada investasi sektor riil yang merupakan sebuah investasi
yang cenderung harus melakukan pembangunan sebuah infrastruktur yang di
harapkan, nantinya infrastruktur tersebut bisa mendatangkan pendapatan yang
kontinue di masa depan. Dan untuk meningkatkan
investasi, dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan tabungan dengan mengurangi konsumsi, pemerintah
menjual obligasi dengan bunga menarik sehingga masyarakat tertarik untuk
membelinya, pembatasan impor barang-barang konsumsi bila memungkinkan membatasi
barang-barang kapital agar ada inovasi di dalam negeri, mengadakan pinjaman
luar negeri, memperluas sektor perdagangan luar negeri dengan menaikkan “terms of trade”.
Kata kunci : kebijakan
pro growth, pengangguran.
Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara yang
memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4 setelah Amerika Serikat. Selain jumlah
penduduknya yang besar, luas Negara kepulauan
dan tidak meratanya penduduk membuat Indonesia semakin banyak mengalami
permasalahan terkait dengan hal kependudukan. Tidak hanya itu, faktor geografi,
tingkat migrasi, struktur kependudukan di Indonesia membuat masalah
kependudukan semakin kompleks dan juga menjadi hal yang perlu mendapatkan
perhatian khusus guna kepentingan pembangunan manusia Indonesia. Dengan semakin
banyaknya jumlah pertumbuhan penduduk di Indonesia tidak semua terserap oleh
dunia kerja. Karena pada kenyataannya jumlah lapangan kerja tidak sebanding
dengan jumlah angkatan kerja yang tersedia. Sehingga hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya pengangguran di Indonesia. Pengangguran diartikan
sebagai sebuah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang
mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu atau seseorang yang
berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Menurut ILO (Internasional Labour Organization)
jumlah pengangguran di Indonesia mengalami penurunan, pada Maret 2013
persentase pengangguran di Indonesia 5,9% dan menurun menjadi 5,8% pada Mei.
Namun angka tersebut mengalami peningkatan seiring dengan perlambatan
pertumbuhan ekonomi, menjadi 6,25% hingga Agustus 2013. ILO menyatakan bahwa
70% pengangguran tersebut berusia antara 15 hingga 29 tahun. (NAD, 2013).
Dengan semakin
meningkatnya angka pengangguran di Indonesia, maka secara otomatis dapat
menimbulkan beberapa permasalahan yang nantinya akan menghambat laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan
sebagai suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara
berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan
ekonomi suatu negara merupakan salah satu indikasi yang dapat digunakan untuk
mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi dapat
dilihat melalui tingkat produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan selama
satu periode tertentu. Investasi merupakan kunci utama untuk
mencapai peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari kemampuan dalam meningkatkan
laju pertumbuhan dan tingkat pendapatan. Semakin besar investasi suatu negara
akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Selain
itu, investasi juga memperluas kesempatan kerja, mendorong kemajuan teknologi
dan spesialisasi dalam produksi sehingga meminimalkan ongkos produksi serta
penggalian sumber daya alam, industrialisasi dan ekspansi pasar yang diperlukan
bagi kemajuan perekonomian daerah (Machmud, 2002: 53).
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka penulis menulis artikel dengan judul “Kebijakan Pro Growth dalam Mengurangi Jumlah Angka Pengangguran di Indonesia”.
Pembahasan
Dalam
strategi pembangunan terdapat sebuah istilah “four track development” yang terdiri dari : pro poor, pro job, pro environment, dan pro growth. Pro poor
merupakan pendekatan
pembangunan ekonomi yang lebih diarahkan untuk berpihak kepada masyarakat
miskin. Sedangkan pro job, memberi
ruang yang seluas-luasnya bagi penciptaan lapangan kerja. Maksudnya, masyarakat
dituntut untuk tidak memiliki satu pekerjaan saja dalam meningkatkan
pendapatannya. Dan pro environment
merupakan suatu kebijakan percepatan pembangunan sarana dan prasarana yang dilakukan
untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi maupun peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat. Cakupan sarana dan prasarana dasar tersebut diarahkan untuk
menyediakan sarana dan prasarana dasar di bidang kesehatan, pendidikan, sosial
ekonomi masyarakat, pekerjaan umum, perhubungan dan irigasi. Sedangkan pro growth merupakan suatu kebijakan
pemerintah untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui koordinasi
dan efektivitas kebijakan sektor riil. Sektor
riil dapat diartikan sebagai bentuk investasi yang bisa di katakan investasi
jangka panjang. Dalam arti lain,
investasi sektor riil merupakan sebuah investasi yang cenderung harus melakukan
pembangunan sebuah infrastruktur yang di harapkan nantinya infrastruktur
tersebut bisa mendatangkan pendapatan yang kontinue di masa depan.
Dari keempat pilar tersebut, pro growth merupakan salah satu kebijakan yang dapat mengurangi
jumlah angka pengangguran di Indonesia. Menurut Payaman J. Simanjuntak
(2001: 43), pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia
angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari
selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan. Sedangkan
menurut
Sukirno (2004: 28) pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian
yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Sebagaimana
diketahui ILO (Internasional Labour
Organization) menyatakan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mengalami
penurunan, pada Maret 2013 persentase pengangguran di Indonesia 5,9% dan
menurun menjadi 5,8% pada Mei. Namun angka tersebut mengalami peningkatan
seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, menjadi 6,25% hingga Agustus
2013. ILO menyatakan bahwa 70% pengangguran tersebut berusia antara 15 hingga
29 tahun.
Dalam upaya mengurangi jumlah angka pengangguran tersebut, pemerintah
menerapkan kebijakan pro growth yang
lebih fokus pada investasi dan pembangunan. Pembangunan dan kegiatan investasi
merupakan dua hal yang sulit dipisahkan, pembangunan tanpa kegiatan investasi
berarti mengurangi pertumbuhan ekonomi. Harrold Domar (1956:78) dalam konsepnya
mengenai pertumbuhan, berpendapat bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
diperlukan investasi yang memadai. Atas dasar itulah maka selaku pengambil
keputusan, pemerintah berkepentingan untuk mengetahui seberapa besar investasi
yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan yang diharapkan serta sejauh mana dampak investasi pada suatu sektor ataupun wilayah.
Penanaman
modal di Negara Indonesia sudah terjadi sejak lama. Wilayah Indonesia yang
memiliki banyak sumber daya alam membuat para investor asing menanam modal di
Negara ini. Faktor lain yang menyebabkan Indonesia menjadi tempat penanaman
modal adalah karena kurang majunya teknologi yang dimiliki Indonesia. Dengan
alasan memiliki teknologi yang canggih, Negara asing bisa leluasa menanamkan
modal di Indonesia. Sejalan dengan era globalisasi, Indonesia harus membuka
lebar-lebar perekonomiannya terhadap masuknya aneka komoditi dari Negara lain
selaras dengan adanya perdagangan bebas. Hal ini menjadi salah satu penyebab perekonomian
Indonesia semakin membutuhkan dana yang besar untuk penyediaan infrastruktur
dan pemenuhan investasi yang semakin meningkat, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Saat ini, investasi merupakan topik yang hangat dibicarakan
dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah
mengeluarkan kebijakan Undang-undang Penanaman Modal Asing tahun 1967.
Kebijakan ini menganggap investasi mempunyai peranan penting dalam pembangunan
. PMA di Indonesia tidak dapat lagi dipisahkan dari tiga masalah pokok ekonomi,
politik dan hukum. Guna membiayai pembangunan ekonomi Indonesia sebagai Negara
berkembang pada awalnya menciptakan kondisi yang menyenangkan bagi PMA agar
investor tertarik untuk membangun industri. Kemudahan tersebut diberikan
sebagai tahap awal pembangunan, selanjutnya kemudahan mulai dikurangi dan bahkan
diterapkan sebagai pembatasan. Tujuan kebijakan ini adalah untuk melindungi
kepentingan nasional kita. Kebijakan ini berdampak pada berbagai kepentingan
baik Negara penerima maupun investor. Ada konflik yang terjadi disini, yaitu
Negara penerima mengundang modal asing masuk ke negaranya dan mempertimbangkan
bahwa kehadiran modal dapat memacu pembangunan. Sedangkan di pihak investor,
menanamkan modal untuk memperoleh keuntungan dan memperkuat posisi guna
mendapatkan manfaat yang besar. Perlu adanya kebijakan yang menyangkut PMA yang
mengacu pada perjanjian penanaman modal dengan mengutamakan kepentingan sosial.
Regulasi 1994 tentang PMA mencerminkan sikap pemerintah yang lebih terbuka. Aspek
deregulasi yang menonjol adalah peserta asing dapat memiliki 100%. Regulasi ini
telah mengubah UU PMA tahun 1967 dengan mengakui terus terang modal asing
merupakan pelengkap dari modal dalam negeri. UU PM no. 25 tahun 2007 dapat
dikatakan sudah menckup semua aspek penting (termasuk soal pelayanan, koordinasi,
fasilitas, hak dan kewajiban investor, ketenagakerjaan dan sektor-sektor yang
bisa dimasuki oleh investor) yang terkait erat dengan upaya peningkatan
investasi dari sisi pemerintah dan kepastian investasi dari sisi pengusaha atau
investor. Dua di antara aspek tersebut yang selama ini merupakan dua masalah
serius bagi penguasaha. Oleh karena itu, akan sangat berpengaruh positif terhadap
kegiatan penanaman modal di Indonesia jika dilaksanakan baik sesuai ketentuan
di UU PM tersebut. Pertama, Bab 1 pasal 1 No. 10 mengenai ketentuan umum:
pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan
dan perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga
atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses
pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya
dokumen yang dilakukan satu tempat. Sistem ini diharapkan dapat mengakomodasi
keinginana investor untuk memperleh pelayanan yang lebih efisien. Bahkan tidak
membutuhkan waktu yang lama dalam mengurus perizinan dan tidak dikenai biaya
pajak maupun pungutan lainnya yang dapat membengkak akibat panjangnya jalur
birokrasi yang di tempuh. Sebelumnya ini sudah di upayakan lewat Keppres no 29
tahun 2004 mengenai penyelenggaraan modal, baik asing maupun dalam negeri
melalui sistem satu atap meliputi penanaman modal yang dilakukan baik di
tingkat provinsi, kabupaten maupun kotamadya yang dilimpahkan oleh gubernur.
Menurut Sadono Sukirno
(2000: 57) kegiatan
investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan
kerja, meningkatkan pendapatan nasional
dan meningkatkan
taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber
dari tiga fungsi penting dari kegiatan
investasi, yakni:
1) Investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga
kenaikan
investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional
serta kesempatan kerja.
2)
Pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas
produksi.
3)
Investasi
selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.
Menurut
Arsyad(1999:
289) hasil produksi yang
optimal di suatu daerah berarti membawa pengaruh terhadap peningkatan kesempatan kerja, dimana
dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan produksi suatu
daerah maka daerah tersebut akan keluar dari lingkaran kemiskinan serta
kesejahteraan masyarakat daerah tersebut akan meningkat. Untuk meningkatkan investasi, di antaranya yaitu: (1) meningkatkan tabungan dengan mengurangi
konsumsi, (2) pemerintah menjual obligasi dengan bunga menarik sehingga masyarakat
tertarik untuk membelinya, (3) pembatasan impor barang-barang konsumsi bila
memungkinkan membatasi barang-barang kapital agar ada inovasi di dalam negeri,
(4) mengadakan pinjaman luar negeri, (5) memperluas sektor perdagangan luar negeri
dengan menaikkan “terms of trade”
Penutup
Pro growth
merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menangani
masalah pengangguran di Indonesia. Kebijakan ini dapat mendorong peningkatan
pertumbuhan ekonomi melalui koordinasi dan efektivitas kebijakan sektor riil. Sektor riil dapat diartikan sebagai bentuk investasi
yang bisa di katakan investasi jangka panjang. Dalam
arti lain, investasi sektor riil merupakan sebuah investasi yang cenderung
harus melakukan pembangunan sebuah infrastruktur yang di harapkan. Infrastruktur
tersebut bisa mendatangkan pendapatan yang kontinue di masa depan. Dalam upaya mengurangi jumlah angka pengangguran, pemerintah
menerapkan kebijakan pro growth yang
lebih fokus pada investasi dan pembangunan. Pembangunan dan kegiatan investasi
merupakan dua hal yang sulit dipisahkan, pembangunan tanpa kegiatan investasi
berarti mengurangi pertumbuhan ekonomi. Dan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
diperlukan investasi yang memadai. Atas dasar itulah maka selaku pengambil
keputusan, pemerintah berkepentingan untuk mengetahui seberapa besar investasi
yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan yang diharapkan serta sejauh mana dampak investasi pada suatu sektor ataupun wilayah.
Kegiatan
investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan
kerja, meningkatkan pendapatan nasional
dan meningkatkan
taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber
dari tiga fungsi penting dari kegiatan
investasi, yakni:
a) Investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga
kenaikan
investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional
serta kesempatan kerja, b) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas
produksi, c) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Adapun untuk meningkatkan investasi,
di antaranya
yaitu: meningkatkan tabungan dengan mengurangi konsumsi, pemerintah menjual
obligasi dengan bunga menarik sehingga masyarakat tertarik untuk membelinya, pembatasan
impor barang-barang konsumsi bila memungkinkan membatasi barang-barang kapital
agar ada inovasi di dalam negeri, mengadakan pinjaman luar negeri, dan memperluas
sektor perdagangan luar negeri dengan menaikkan “terms of trade”.
Sehingga
dengan diterapkannya kebijakan pro growth
yang lebih fokus terhadap investasi dan pembangunan, akan mampu mengatasi
sekaligus mengurangi jumlah angka pengangguran di Indonesia.
Daftar Rujukan
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar
Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Yogyakarta. Edisi Pertama:
BPFE.
Domar, Harrold. 1956. Teori Pertumbuhan Ekonomi.
Bandung: Alfabeta.
Machmud, Akhmadi. 2002. Makro Ekonomi Konsep, Teori dan Kebijakan. Jakarta:
Erlangga.
Payaman
Simanjuntak. 2001. Pengantar Ekonomi
Sumber Daya Manusia.
Jakarta: LPFE-UI.
Sukirno, Sadono. 2000. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LPFE-UI
Sukirno, Sadono. 2004. Makro ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga.
Jakarta:
PT Raja.
0 komentar:
Posting Komentar