BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Teori-teori
yang dikembangkan oleh Marx dan Engels mendapat banyak tanggapan dari
pakar-pakar ekonomi, baik dari kaum sosialis sendiri maupun dari pendukung sistem
liberal-kapitalisme. Pemikiran-pemikiran ekonomi dari para pakar pendukung
sistem liberal ini kemudian dimasukkan ke dalam suatu kelompok pemikiran
ekonomi tersendiri yang disebut mazhab Neo-Klasik.
Karena analisis yang dibuat Marx
untuk meramal kejatuhan sistem kapitalis bertitik tolak dari teori nilai kerja
dan tingkat upah, oleh para pakar Neo-Klasik, paling kurang ada empat orang
yang melakukan penelitian tentang hal yang sama, yaitu W. Stanley Jevons
(1835-1882), Leon Walras (1837-1910), Carl Menger (1840-1921) dan Alfred Marshall (1842-1924).
Stanley Jevons dari University of
Manchester (Inggris) menulis Theory of
Political Economy tahun 1871. Karl Menger dari Austria menulis Principles of economics in germany pada
tahun yang sama. Leon Walras dari sekolah Lausanne (Swiss) menulis Elements of Pure economics pada tahun
1874. Alfred Marshall dari Cambridge University (Inggris) sebetulnya sudah
menulis Principles of Economics Pada
awal tahun 1870-an. Akan tetapi, ia termasuk orang yang sangat hati-hati dalam
memberikan pandapat baru, sehingga buku tersebut baru diterbitkan dua puluh
tahun kemudian, yaitu tahun 1891.
Walaupun mereka melakukan penelitian
secara terpisah, dari hasil penelitian masing-masing mereka mengemukakan hal
yang sama. Kesimpulan yang dihasilkan pun sama, bahwa teori nilai lebih (surplus value) Marx tidak mampu
menjelaskan secara tepat tentang nilai komoditas. Mereka seperti menyepakati
bahwa teori Marx tersebut tidak memberikan sumbangan apa pun dalam perkembangan
teori ekonomi. Oleh karena itu, dapat diabaikan. Kesimpulan dari keempat tokoh
neo-klasik yang disebutkan di atas telah meruntuhkan seluruh bangunan teori
sosialis yang dikembangkan Marx dan Engels, sekaligus menyelamatkan sistem
liberal/kapitalis dari kemungkinan krisis sebagaimana diramal Marx.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pendekatan marginal dalam Mazhab Neo klasik?
2. Bagaiamana Mazhab Austria dalam
Mazhab Neo klasik?
3. Bagaimana Mazhab Lausanne dalam
Mazhab Neo klasik?
4. Bagaimana Mazhab Cambridge dalam
Mazhab Neo klasik?
5. Bagaimana persingan monopolistik dan
pasar tidak sempurna dalam Mazhab Neo klasik?
6. Bagaiamana Game teory dan informasi
dalam Mazhab Neo klasik?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pendekatan marginal
dalam Mazhab Neo klasik.
2.
Untuk mengetahui Mazhab Austria dalam
Mazhab Neo klasik.
3.
Untuk mengetahui Mazhab Lausanne dalam
Mazhab Neo klasik.
4.
Untuk mengetahui Mazhab Cambridge dalam
Mazhab Neo klasik.
5.
Untuk mengetahui persingan monopolistik
dan pasar tidak sempurna dalam Mazhab Neo klasik.
6.
Untuk mengetahui teory dan informasi
dalam Mazhab Neo klasik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pendekatan Marjinal
Para
pakar neo-klasik di atas dalam membahas ramalan Marx menggunakan konsep
analisis marjinal. Beberapa penulis ekonomi menyebut langkah yang sudah
dilakukan para pakar ekonomi Neo-Klasik tersebut sebagai marginal revolusion, sebab telah ditemukan suatu analisis baru yaitu pendekatan marjinal. Analisis
marjinal pada intinya merupakan pengaplikasian kalkulus diferensial terhadap
tingkah laku konsumen dan produsen serta penentuan harga-harga di pasar. Sejak
terjadinya marjinal revolution tersebut,
pembahasan ekonomi makin bersifat mikro.
Konsep
marjinal ini sering diakui sebagai kontribusi utama dari aliran atau mazhab
Austria. Akan tetapi jika ditelusuri kebelakang ternyata teori ini telah cukup
lama dikembangkan oleh pengarang terdahulu, tepatnya oleh Heindrich Gossen.
Heindrich Gossen (1810-1858) telah lama menggunakan konsep marjinal dalam
menjelaskan kepuasan atau faidah (utility)
dari pengkonsumsian sejenis barang. Menurut Gossen, faidah tambahan (marginal utility) dari pengkonsumsian
suatu macam barang akan semakin turun jika barang yang sama dikonsumsi semakin
banyak. Pernyataan ini kemudian dijadikan semacam dalil dan lebih dikenal
sebagai “hukum Gossen Pertama”. Dalam “hukum Gossen Kedua” ia menjelaskan bahwa
sumber daya dan dana yang tersedia selalu terbatas secara relatif untuk
memenuhi berbagai kebutuhan yang relatif tak terbatas.
Dengan
adanya kendala ini, kepuasan maksimum yang bisa diperoleh (sesuai dengan
keterbatasan sumber daya dan dana tersebut) terjadi pada saat faidah marjinal (marjinal utility) sama untuk tiap
barang yang dikonsumsi tersebut. Namun dengan syarat semua sumber daya dan dana
terpakai habis seluruhnya.
2.2 Mazhab
Austria
Sebelumnya sudah dikatakan para pendukung dan pemakai
konsep marjinal kebanyakan berasal dari Universitas Wina (Austria). Pandangan
mereka mempunyai cirri-ciri tersendiri, yaitu penerapan kalkulus dalam
pengembangan teori-teori mereka. Karena dikembangkan oleh pakar-pakar ekonomi
dari Austria, pandangan mereka dalam berbagai buku ajar dimasukkan kedalam
aliran tersendiri yang disebut mazhab Austria (Austrian School of Economics).
Tiga tokoh utama mazhab Austria tersebut adalah Carl Menger, Friedrich Von
Wieser, dan Eugen Von Bohm Bawerk.
Carl
Menger (1840-1921) menjabat sebagai profesor ekonomi di Univeritas Wina dari
tahun 1873 hingga 1903. Karya utamanya adalah Grunsatze der volks Wirtschaftslehre (1871). Dalam buku tersebut
Menger mengembangkan teori utilitas marjinal yang ternyata membawa pengaruh yang
sangat besar dalam pengembangan teori-teori ekonomi.
Pada
tahun 1903 kedudukan Menger di Universitas Wina digantikan oleh Friedrich Von
Wieser (1851-1920). Karya utama von wiser antara lain: Uber den Ursprung und die Hauptgesetze des wirtschatlichen Wertes
(1884), Der Naturliche Wert (1889),
dan Theorie der Gesellschatlichen
Wirtschaft (1914). Wieser dipandang sangat berjasa dalam mengembangkan
teori utilitas marjinal Menger, dengan menambahkan formulasi biaya-biaya
oportunitas (opportunitas cocts).
Kedudukan
Wieser kemudian digantikan pula oleh Eugen Von Bohm Bawerk (1851-1914).
Kontribusi utama Bohm Bawerk adalah dalam pengembangan teori tentang modal dan
teori tentang tingkat suku bunga. Hal ini dapat diikuti dari bukunya Capital Positive Theory of Capital (1889).
Teori-teori yang dikembangkan oleh ketiga tokoh utama aliran Austria di atas
kemudian diikuti dan dikembangkan lebih lanjut oleh tokot-tokoh lain seperti
Knut Wicksell, Von Mises, F.A. Hayek dan J.R. Hicks.
Knut
Wicksell (1851-1926) mendapat pendidikan di Uppsala University (Swedia). Ia
berjasa mengasimilasikan analisis keseimbangan umum walras dengan teori kapital
dan suku bunga Bohm Bawerk menjadi teori distribusi. Asimilasi kedua teori itu
didasarkan pada analisis marjinal versi baru dikembangkan oleh Jevons, Walras
dan Menger. Pengaruh Wicksell terhadap perkembangan teori moneter juga sangat
besar sebab ia yang pertama melihat hubungan langsung antara tingkat suku bunga
dengan harga-harga. Sesuatu yang dianggap bertentangan pada waktu itu.karyanya
yang utama adalah lectures on political
economy (1901).
Ludwig
Edler Von Mises (1881-1973) menjabat sebagai profesor ekonomi di Universitas
Wina tahan 1913. Menurut Von Mises sistem harga merupakan basis paling efisien
dalam mengalokasikan sumber daya. Sehubungan dengan pendapatnya tersebut tidak
mengherankan jika ia sering megkritik sistem perekonomian komando. Hal itu
karena sistem komamdo tidak mempunyai sistem harga. Mises berpendapat bahwa sistem
ekonomi komando tidak akan dapat melembagakan sisitem harga tanpa terlebih
dahulu menghancurkan prinsip politik.
Mises
juga menagplikasikan teori kepuasan marjinal untuk mengembangkan teori baru
tentang uang. Ia memaparkan bahwa kepuasan (utility)
dapat diukur secara ordinal, tetapi tidak secara cardinal. Teori-teori lain
yang dikembangkan oleh Von Mises adalah teori paritas daya beli (purchasing power parity) dan teori
trade cycle.
F.A.
Hayek (1899-…) menjadi direktur lembaga penelitian ekonomi di Universitas Wina
dari 1927-1931. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai dosen tamu di
University of Chicago (1950-1962). Ia
dianggap sangat berjasa dalam mengembangkan teorisiklus perdagangan (theory of trade cycle) dari von mises,
yang diintegrasikannya dengan teori capital dari Bohm Bawerk. Atas jasa-jasanya
dalam mengembangkan ilmu ekonomi, hayek menerima hadiah nobel tatun 1974
bersama-sama dengan Gunnar Myrdal.
2.3
Mazhab Lausanne
Langkah
lebih maju yang disumbangkan pemikir neo-klasik adalah analisis yang lebih
komprehensif tentang teori keseimbangan umum oleh Leon Walras. Walras dapat
dianggap sebagai pendiri aliran atau mazhab Lausanne. Karyanya Elements of pure economic (1878)
dianggap sebagai suatu mahakarya dalam bidang ekonomi. Dalam bukunya tersebut
Walras menjelaskan teori keseimbangan umum dengan pendekatan matematis.
Sebenarnya
pemahaman tentang ketergantungan berbagai faktor dalam suatu sistem ekonomi
bukanlah ide baru. Quesnay, sudah melihat interdependensi bagian-bagian ekonomi
ini dalam Tableau Econoque-Nya. Adam Smith juga telah menjelaskan proses pasar
secara gamblang yang memperlihatkan antarhubungan bagian-bagian ekonomi.
Cournot, seorang pakar eonomi dari Prancis, pada 1838 telah menganalisis
problema-problema ekonomi mikro dan menyimpulkan bahwa untuk memecahkan
persoalan-persoalan ekonomi perlu mempertimbangkan sistem ekonomi secara
keseluruhan. Namun, Leon Walraslah yang mampu memberikan kisi yang lebih jelas
tentang interdependensi bagian-bagian ekonomi ini dengan gamblang dengan model
keseimbangan umumnya. Dengan amat jelas ia menguraikan bahwa perubahan dalam
suatu factor atau bagian ekonomi akan membawa perubahan pada variable-variabel
lain dalam sistem ekonomi tersebut secara menyeluruh.
Namun
sayang, konsep dan model keseimbangan umum yang sudah dikembangkan Walras ini
tidak diperhatikan oleh para pakar ekonomi di zamannya. Atas jasa Alfred Marshall, yang sangat menghargai konsep
matematika Walras menyebabkan pemikiran-pemikiran Walras kemudian dihargai
orang dengan sepantasnya. Ia kemudian dianggap sebagai pendiri dan pengembang
ilmu ekonomi matematika, yang kira-kira 60 tahun kemudian dikembangkan oleh
Friscch dan Tinbergen menjadi ilmu ekonometrika. Wassily Leontief kemudian
mengembangkan konsep analisis input-output atas dasar matematika yang
dikembangkan Walras.
2.4
Mazhab Cambridge
Alfred Marshall
dianggap sebagai pelopor aliran atau mazhab Cambridge di Inggris. Pada tahun 1868 Marshall diangkat sebagai tenaga pengajar dalam bidang moral di
Cambridge dan pada saat yang sama ia mulai mempelajari ilmu ekonomi. Dari
beberapa buku yang pernah ia tulis, buku yang dianggap paling berpengaruh
adalah Principles of Economics.
Marshall
dianggap sangat berjasa dalam memperbarui asas dan pos-tulat
pandangan-pandangan ekonomi yang dikemukakan pakar klasik dan pakar neo-klasik
sebelumnya. Menurut kaum klasik, harga barang ditentukan oleh besarnya
pengorbanan untuk menghasilkan barang tersebut. Dengan demkian bagi kaum klasik
yang menentukan harga adalah sisi penawaran. Pendapat klasik tersebut ditentang
oleh tokoh-tokoh neo-klasik seperti : Jevons,
Menger dan Walras. Mereka sepakat bahwa yang menentukan harga adalh kndisi
permintaan, karena mereka telah mengembagkan analisis yang sifatnya
revolusioner tentang faktor-faktor yang menentukan harga-harga relatif. Ketiga
tokoh tersebut tidak setuju dengan teori nilai biaya produksi (cost of production theory of value) dari
kaum klasik, sebab teori ini dinilai tidak berlaku secara umum mereka secara
tegas juga mengkritik teori nilai upah buruh atau (labor theory of value) Ricardo serta teori biaya produksi dari Say dan Mill . Teori biaya produksi
yang ditentang itu mengatakan bahwa harga barang ditentukan oleh biaya yang
diperlukan untuk menghasilkan suatu barang.
Pakar- pakar neo-klasik (Jevons, Menger dan Walras) justru mengkritik pakar-pakar klasik (Adam Smith) yang gagal dalam membedakan
antara utilitas total, utilitas marginal dan utilitas rata-rata. Kalum klasik (Adam Smith) mengatakan bahwa nilai
suatu intan kurang bermanfaat bagi manusia walaupun memiliki nilai yang sangat
tinggi, sedangkan menurut pandangan kaum neo klasik (Jevons, Menger dan Walras) nilai atau harga intan lebih tinggi
bukan karena biaya untuk mendapatkannyamelainkan karena utilitas marginal yang
lebih besar ( utilitas dari pengkonsumsian satu unit intan terakhir yang
besar). Karena itu orang mau menghargai intan yang lebih tinggi. Jadi dapat
dilihat bahwasanya kaum klasik melihat harganya dari sisi produsen (dari jumlah
pengorbanan yang dikeluarkan) sedangkan kaum marginalitas melihatnya dari sisi
konsumen yaitu dari kepuasan marginal pengkonsumsian satu unit terakhir.
Namun dalam hal ini Marshall tidak menyalahkan kedua konsep diatas melainkan
menggabungkannya , menurut beliau selain oleh biaya-biaya, harga juga
dipengaruhi oleh unsur subjektif lainnya, baik dari pihak konsumen maupun dari
pihak produsen.lebih jelas lagi, bagi Marshall
harga terbentuk sebagai integrasi dua kekuatan dipasar : penawaran dari pihak
produsen.
Perbedaan lain antara Marshall dengan kaum klasik ialah dalam pendekatan penelitian. Kaum
klasik lebih banyak menggunakan metode induktif, sedangkan Marshall mengkombinasikan metode deduktif dan metode induktif .
dalam hal ini, abstraksi digabung dengan realisme yang didukug oleh data
statistik agar terhindar dari angan-angan. Banyak yang mengaui bahwa teknik
analisis marginal Marshall jauh lebih
unggul dibandingkan dengan teknik-teknik analisis yang dilakukan oleh paar-pakar
sebelumnya. Sejak itu konsep marginal, yang boleh dikatakan sebagai revolusi
dalam ilmu ekonomi, makin banyak digunakan dalam analisis ekonomi.
Karya-karya Marshall
diakui sebagai seorang pakar ekonomi yag sanagt ulung , dan kelebihan lain
yang dimiliki oleh Marshall Beliau
sangat memperhatikan nasib kaum papa , bagi Beliau ilmu ekonomi adalah sebagai
alat dan sarana untuk memperbaiki kesejahteraan umat manusia .ilmu ekonoi
sebagai daya untk menemukan kebenaran. Selanjutnya kebenaran tersebut menurut Marshall haruslah ditujukan pada penyebab dan obat dari
kemiskinan dan kememlaratan.
Pigou adalah murid Mashall yang mengantikannya
sebagai ketua jurusan ekonomi politik pada tahun 1908, Pigou adalah orang
pertama yang menemukakan konsep Real
Balance Effect yang kemudian lebih dikenal dengan dampak Pigou yang
merupakan suatu stimulus kesempatan kerja yang disebabkan oleh meningkatnya
nilai riil dan kekayaan liquit sebagai konsekwensi dari turunya harga-harga,
jika nilai kekayaan riil naik, yang
berdampak pada peningkata pendapatan dan terbukanya kesempatan kerja baru.
Pandangan ini merupakan salah satu dasar mengapa kaum klasik dan neoklasik
percaya bahwa keseimbangan kesempatan kerja penuhdapat dicapai sebgai hasil
penurunan dalam tingkat upah. Karya pigou tentang teori moneter kesempatan
kerja dan pendapatan nasional yang mengikuti tradisi klasik telah membawanya
pada kontrofersi dengan keyness
(pandanagn keyness akan didiskusikan lebih lanjut pada bab 12) walaupun mereka
sering berdebat, Pigou dan keyness beserta Joan Robinson banyak memperbaiki
konsep marshall terutama dalam segi permintaan.
2.5
Persaingan Monopolistis dan Pasar Tidak Sempurna
Pada tahun 1930-an sejumlah pakar ekonomi melakukan
revisi terhadap pemikiran-pemikiran neo-klasik, terutama yang menyangkut teori
pembentukan harga dan keseimbangan pasar.
Sebelum memasuki abad ke-XX pada umumnya tokoh-tokoh
klasik maupun neo-klasik generasi pertama tidak pernah mempersoalkan apakah
pasar dalam kenyataan sehari-hari betul-betul mencerminkan pasar persaingan
sempurna atau tidak. Hal ini tidak dapat disesalkan sebab pada periode sebelum
memasuki abad ke-XX kegiatan produksi pada umumnya bersifat kecil-kecilan.
Dalam situasi seperti ini asumsi pasar persaingan
sempurna tidak pernah dipersoalkan. Asumsi-asumsi tersebut misalnya: 1.
Terdapat banyak pembeli dan pejual, 2. Barang-barang yang dijual dipasar
relatif sama dalam jenis, sifat dan mutu, 3. Tiap perusahaan bebas keluar masuk
pasar, 4. Tidak ada pembeli maupun penjual yang mampu mengubah harga yang
ditentukan di pasar, 5. Setiap pembeli dan penjual bertindak sebagai penerima
harga (price takers), 6. Setiap
pembeli dan penjual mempunyai informasi yang lengkap tentang pasar, 7. Tidak ada
perbedaan biaya transpor diantara para penjual.
Akan tetapi, setelah abad ke-XX Sraffa mengamati
bahwa dalam kenyataan asumsi pasar persaingan sempurna yang dianut tokoh-tokh
klasik maupun neo-klasik tidak dapat diterima begitu saja. Setiap perusahaan
megetahui bahwa kalau seandainya mereka mengubah keputusan output atau
penawaran, harga-harga dapat berubah. Hal ini diungkapkan Sraffa dalam
artikelnya: the laws of Retuns under Competitive Conditions tahun 1926.
Kemudian Chamberlin memusatkan perhatiannya pada
pasar monopolistik dalam bukunya, The Theory of Monopolistic Competition,
1933. Ia menyebutkan bahwa banyak asumsi yang digunakan dalam pasar persaingan
sempurna, terutama dalam produk yang homogen, yang tidak realistis. Karena
tidak mungkin suatu pasar hanya memproduksi satu jenis barang saja (homogen).
Oleh karena itu, masih menurut Chamberlin,
perusahaan-perusahaan pasti berusaha untuk melakukan diferensiasi pada
produk-produknya guna mempertahankan perusahaannya supaya bertahan di pasar
tersebut. Jika usaha itu (diferensiasi produk) berhasil maka perusahaan itu
dapat memengaruhi harga-harga di pasar, dan dia dapat bertindak sebagai penentu
harga (price setter), bukan sebagai penerima harga (price taker).
Dengan demikian, pasar ini sudah tidak sempurna lagi
karena ciri utama dalam pasar monopolistik adalah adanya diferensiasi produk
dan perusahaan bertindak sebagai price setter bukan sebagai price
taker. Juga biasanya harga yang terbentuk dalam pasar monopolistik lebih
tinggi daripada harga yang terbentuk dalam pasar sempurna.
Begitu juga dengan Joan Robinson, yang mempunyai
analisis hampir mirip dengan Chamberlin. Namun, Joan Robinson, analisisnya
lebih fokus pada pembahasan “pasar persaingan tidak sempurna (Imperfect
Competition)”. Menurutnya, tiap perusahaan dalam pasar tidak sempurna
memegang posisi monopoli, dimana posisi ini didapatkan dari barang-barang yang
dibeli berdasarkan preferensi konsumen (Customer Preference) walaupun
ada barang substitusi yang dihasilkan oleh perusahaan lain.
Dalam kenyataannya bahwa persaingan dunia pasar
tidak sempurna dan membawa pada implikasi yang cukup serius terhadap
kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan karena dalam pasar persaingan
tidak sempurna efisiensinya, sebagaimana diungkapkan Pareto, tidak bisa
dicapai.
Kesimpulannya, pandangan ketiga tokoh ini bagi
pengembangan teori ekonomi adalah (bagi mereka) model pasar persaingan sempurna
yang dikembangkan oleh kaum klasik dan neo-klasik terdahulu hanya merupakan
suatu konstruksi pemikiran yang diharapkan belaka (secara teoritis) yang
kenyataannya mempunyai keterbatasan dalam kehidupan sehari-hari.
2.6
Games Theory dan Informasi Asimetris
Konsep Games Theory (GT) adalah suatu konsep
untuk menjelaskan perilaku ekonomi dalam pasar yang hanya diisi oleh segelintir
pelaku ekonomi. Landasan konsep ini sudah diterapkan oleh Cournot pada tahun
1838 dan Bertrand tahun 1883 dengan mengembangkan model aksi-reaksi dalam pasar
duopoli. Model ini mulai dikembangkan lebih lanjut oleh Edgeworth pada tahun
1925 dan dikukuhkan sebagai teori melalui karya John von Newmann dna Oscar
Morgenstern dalam bukunya yang berjudul The Theory of Games and Economic
Behaviour (1944). Kemudian konsep GT disempurnakan lebih lanjut oleh John
Nash pada tahun 1950.
Nash mengembangkan konseo GT untuk menganalisis
situasi kepentingan pelaku ekonomi yang tidak berlawanan, yang kemudian
muncullah istilah “keseimbangan Nash (Nash Equilibrium)”. Konsep GT Nash
ini bekerja atas asumsi informasi yang simetris (tiap pemain memiliki informasi
yang sama).
Dari konsep GT Nash, berkembanglah GT yang
beroperasi dalam situasi informasi yang bersifat asimetris (tidak memiliki
informasi yang sama terhadap satu hal) oleh John Harsanyi (1967). Kemudian GT
dikembangkan lagi oleh Reinhard Selten (dari Universitas Bonn, Jerman) dalam
bentuk situasi yang lebih dinamis. Menurut Selten, perubahan tindakan seorang
pemain tidak hanya ditentukan oleh kenyataan peluang untuk memperbaiki posisi.
Oleh karena itu, menurut Selten, frekuensi permainan akan mempengaruhi strategi
permainan bagi setiap orang.
Konsep John Harsanyi dikembangan lebih lanjut oleh
William S. Vickrey dan James A. Mirrless. Dengan konsep ini mereka dapat menyusun
agenda bagaimana memenuhi tanggung jawab sosial pada abad XXI melalui insentif
dan kebijaksanaan pajak global. Kemudian konsep ini dikembangkan lebih lanjut
oleh George Ackerlof, Joseph Stiglitz dan Michael Spence. Mereka berjasa dalam
membangun pondasi bagi teori umum tentang pasar dengan menggunakan informasi asimetris.
George Ackerlof adalah orang pertama yang
mengembangkan teori umum tentang pasar dengan informasi asimetris. Dia
menjelaskan betapa pentingnya informasi pasar dalam tulisannya yang bertajuk The
Market for Lemons. Sedangkan menurut Spence, pihak yang menguasai informasi bisa memberikan isyarat kepada orang yang kurang menguasai
informasi.
BAB
III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
1. Analisis
marjinal pada intinya merupakan pengaplikasian kalkulus diferensial terhadap
tingkah laku konsumen dan produsen serta penentuan harga-harga di pasar. Sejak
terjadinya marjinal revolution
tersebut, pembahasan ekonomi makin bersifat mikro.
2.
Penerapan kalkulus dalam pengembangan
teori-teori mereka, karena dikembangkan oleh pakar-pakar ekonomi dari Austria,
pandangan mereka dalam berbagai buku ajar dimasukkan kedalam aliran tersendiri
yang disebut mazhab Austria (Austrian School of Economics). Tiga tokoh utama
mazhab Austria tersebut adalah Carl Menger, Friedrich Von Wieser, dan Eugen Von
Bohm Bawerk.
3.
Langkah lebih maju yang disumbangkan
pemikir neo-klasik adalah analisis yang lebih komprehensif tentang teori
keseimbangan umum oleh Leon Walras. Walras dapat dianggap sebagai pendiri
aliran atau mazhab Lausanne
4.
Marshall
dianggap sangat berjasa dalam memperbarui asas dan pos-tulat
pandangan-pandangan ekonomi yang dikemukakan pakar klasik dan pakar neo-klasik
sebelumnya.
5. Pada
tahun 1930-an sejumlah pakar ekonomi melakukan revisi terhadap
pemikiran-pemikiran neo-klasik, terutama yang menyangkut teori pembentukan
harga dan keseimbangan pasar.
6.
Konsep Games Theory (GT) adalah
suatu konsep untuk menjelaskan perilaku ekonomi dalam pasar yang hanya diisi oleh
segelintir pelaku ekonomi.
Sumber dari mana ka
BalasHapus